Menulis Itu Mudah
Malam ini adalah pertemuan ketiga pelatihan menulis bersama OmJay
gelombang 16. Alhamdulilaah saya tetap bisa mengikuti kelas Online lewat WAG
yang dibuat oleh Om Jay, walaupun sambil kesana kemari, karena di rumah baru
banyak saudara yang menjenguk ibu. Saya harus tetap semangat walaupun agak
mengantuk karena sudah dua malam kurang tidur menjaga ibu yang sedang sakit,
semoga aku bisa mengikuti tanpa ada yang kelewatan.
Masih seperti pertemiuan kedua moderator malam ini adalah ibu Sri
Sugiasti alias Bu Kanjeng, dan sebagai nara sumber adalah Bapak Ya’ Dedi
Suhendi, S.Pd, M.Pd. Beliau lahir di Pontianak, 02 November 1975. Tinggal di Jalan Sui. Raya Dalam
Komp. Bumi Batara I B/35. Mengajar di SD Negeri 11 Pontianak
Timur.
Nara sumber malam ini bagus sekali, banyak pengalamannya dalam
menulis dan menghasilkan karyanya berupa buku. Juga sederet prestasi yang
beliau raih, sampai akhirnya beliau terpilih sebagai peserta untuk belajar ke
negeri Panda bersama Om Jay dan kawan- kawan.
Beliau mengawali pertemuan dengan sebuah motto “Carilah ilmu
sebanyak-banyaknya. Semakin banyak ilmu, kita tak akan menyalahkan orang lain”.
Saya sangat setuju dengan motto beliau, orang yang banyak ilmunya tidak akan
mudah menyalahkan orang lain. Setiap ada pendapat dari orang lain pasti dicerna
terlebih dahulu, baru memberikan komentar atau saran.
Kunci keberhasilan seorang penulis adalah menciptakan semangat,
motivasi, kemauan, usaha, konsistensi,
disertai doa memohon kemudahan,
bimbingan, kesehatan, kecerdasan, dan kelancaran terhadap Allah SWT. Selanjutnya mencari teman yang bisa menginspirasi,
mendorong, dan memberikan semangat, seperti yang Om Jay lakukan terhadap
peserta latihan menulis gelombang 16 ini. Setiap pertemuan Om Jay menyapa peserta
dengan sebutan guru- guru hebat, itu merupakan motivasi terbesar untuk
membangkitkan semangat menulis.
Latihan menulis buku dapat diawali dengan
cara menuliskan tulisan pendek, kegelisahan, sesuatu yang disukai/hobi/minat,
pengalaman, keahlian, impian, kebutuhan orang lain. Bisa berupa opini satu
paragraf, dua paragraf atau tiga paragraf. Hari berikutnya, bisa ditambah satu
paragraf lagi. Hingga menemukan identitas menulis dan menemukan apa yang ingin
disampaikan ke dalam lembaran-lembaran.
Jika latihan menulis secara kursus tidak
nyaman, karena banyak aturan yang harus dipatuhi. Menulis bisa dilakukan
sendiri. Keuntungan menulis secara pribadi memberikan rasa kepuasan diri. Jiwa
di dalam diri lebih bebas, terhindar dari rasa takut. Baik itu takut terhadap
persaingan, ataupun rasa takut karena aturan baku dan ketat. Karena salah satu
kunci sukses menulis buku adalah mengabaikan segala aturan yang mengikat yang
justru melemahkan semangat.
Berbeda jika dari awal tidak terbangun
semangat dan terbelenggu dengan aturan. Sudah dapat dipastikan, sebelum
menuliskan lembar kedua, sudah berhenti ditengah jalan. Beliau mengumpamakan
menulis itu bagaikan mengapdate status, misalanya menuliskan pengalaman kita
saat itu. Supaya tidak mudah hilang pengalaman, kita simpan dengan tulisan
entah di laptop, handphone, blog, facebook, dan sebagainya.
Menulis itu semudah kita mendeskripsikan
apa yang kita lihat, apa yang dirasakan. Menulis itu tidak harus muluk-muluk
dan tidak selalu rumit. Menulis itu, sesederhana yang kita lihat. Menariknya,
objek yang diperlihatkan hanya satu, namun sudut pandang penulisannya bisa
berbeda dari penulis satu dengan penulis lain.
Masih menganggap menulis buku itu sulit? Pertanyaan
yang dilontarkan oleh Bapak Ya’ Dedi. Beliau mengumpamakan menulis itu seperti
kalau kita menulis status di media sosial. Saat kita menulis status, apa yang
kita tuliskan berdasarkan apa yang kita rasakan. Entah itu perasaan tentang
diri kita sendiri, tentang penilaian terhadap orang lain atau karena
bacaan/tontonan yang baru saja kita dilihat.
Saat kita menulis kadang susah untuk
menentukan topik tulisan. Pemilihan topik bisa kita pilih berdasarkan “minat”.
Anggap saja, penentuan topik kita ambil sesuai dengan minat kita. Bahkan,
ketika kita membaca surat kabar, ada satu paragraf yang menarik . Hal yang
menarik tersebut bisa dicatat, kemudian tambahi gagasan, ide, sanggahan, atau menambahi
data lain yang diperoleh.
Dari data-data tersebut, cukup tuliskan
per kalimat di bawahnya. Setelah semua gagasan, ide, dan yang ingin disampaikan
sudah berbaris-baris, tidak ada salahnya untuk istirahat sejenak. Setelah merasa lebih rileks, bisa melanjutkan
dengan menambahkan kalimat penjelas di belakang poin-poin yang tadi tertulis.
Jika cara tersebut masih sulit, menentukan
topik bisa dimulai dari menulis kehidupan diri kita sendiri. Barangkali, justru
lebih menjiwai. Siapa tahu, hasil dari corat-coret curhat, bisa menjadi novel. Bahkan
di dunia ini banyak ketidakpastian. Termasuk ketidakpastian nasib hasil tulisan
kita. Karena banyak buku-buku best seller meledak dari karya iseng-iseng ingin
menuangkan perasaan dan kegelisahannya.
Jika cara tersebut terasa kurang pas dan
ingin menulis buku yang lebih serius. Maka, bisa dikemas agar tidak terlihat
drama. Kunci dari semua itu, tergantung kreativitas kita mengarahkan tema dan
topik bahasan. Misalnya, mencari paragraf yang menarik dari buku yang kita
sukai. Kemudian tulis satu paragraf saja, kemudian lakukan pengembangan. Jika
cara seperti itu sudah dilalui, biasanya akan lahir dengan sendiri ulasan yang
ingin kita sampaikan.
Menulis itu harus ada rohnya, untuk itu
perlu penghayatan. Ide yang biasa-biasa saja jika dikemas dengan penghayatan
dan penjiwaan, pembaca akan muncul emosinya. Emosi, dalam menulis buku menjadi
penarik rasa ketertarikan. Tulisan yang ditulis dengan pengahayatan, mampu
menghidupkan sebuah tulisan.
Contohnya, gadis berambut panjang yang
selalu mengintai dalam keraguan. Ia ingin selalu memergoki setiap derap langkah
pejalan kaki di hadapannya. Keinginannya itu seakan terpancar di raut wajah
yang kusam dan lugu. Ia hanya akan mengharap belas kasihan dari sang dermawan. Tidak
langsung menyebut Gadis itu mengharap belas kasihan orang-orang yang berjalan
kaki di dekatnya.
Dari contoh tersebut, terlihat
perbedaannya. Aturan penghayatan penting sekali selama penggarapan sebuah buku.
Baik itu buku ajar, buku fiksi, buku motivasi, ataupun buku lainnya. Butuh yang
namanya impresi dan seni. Cara tersebut dapat diperoleh dengan banyak cara
kreatif. Kreatifitas seorang penulis sagat penting, karena untuk menarik perhatian
para pembaca supaya hanyut dalam tulisan yang ia baca.
Di akhir pertemuan beliau berpesan bahwa
kita menulis harus punya tujuan. Misalnya, saya menulis tujuannya untuk
ekspresi diri, untuk naik pangkat, untuk hobi, dan sebagainya. Dengan tujuan
tersebut, pasti segala cara akan kita gunakan.
Kesimpulan pada pertemuan ketiga sebagai
berikut:
- Kalau ingin berhasil dalam menulis, kita harus bisa
menciptakan semangat, motivasi, usaha, konsisten dan selalu berdoa memohon
kemudahan, kesehatan, kecerdasan kapada Allah SWT.
- Supaya tulisan ada rohnya, harus ada
penghayatan dan penjiwaan dalam menulis, supaya pembaca akan ikut hanyut emosinya
dalam bacaan tersebut.
- Dalam menulis kita harus bisa kreatif dalam
mengembangkan gagasan/ide.
Samapi jumpa di resume berikutnya.
Salam literasi,
Lengkap sekali bunda. Tapi, ayok bunda ibarat menyanyi kita nanyi dengan style suara kita sendiri. Sy jg msh berusaha menyanyi dg gaya sndr, gk hrs sama dg penyanyi aslinya....dmk bunda semoga berkenan
BalasHapusalhamdulillaah...bagus bu....
BalasHapusTerima kasih masukkannya, insya Allah kedepan bisa lebih baik
BalasHapusMenulis itu mudah dan sederhana. Begitulah kira-kira maknanya.
BalasHapusMantap bu resumenya.
Salam literasi.
Semangat Bu lanjut 👋 lengkap tulisannya
BalasHapusBagus sekali bu jum,, mirip nama panggilan teman istri,,, salam sukses
BalasHapusResume mirip punya sy blm bisa keluar dr apa yg disampaikn narsum, mdh2n ke depan srmakin sering semakin kita menemukan style sendiri.. yuk semangat kita maju bersama..
BalasHapusWaah lengkap bu
BalasHapusTerima kasih teman teman sudah berkunjung, terima kasih komentarnya, semoga kedepan bisa lebih bagus,
BalasHapusWaah mantap Bu, pemaparan resumenya runtut dan mudah dimengerti.
BalasHapusMasyaallah, keren
BalasHapus